Akhlak Perspektif Imam Al-Ghazali Part 2
Katagori kedua yang termasuk akhlak yang indah atau baik dalam pandangan Imam Al-Ghazali adalah akal. Mengapa akal masuk dalam katagori akhlak yang baik? Sebagaimana diketahui bahwa secara etimologis atau bahasa salah satu arti "al-khuluq" adalah agama dan orang yang beragama harus didasarkan kepada akal yang rasional namun tidak liberal.
Hal tersebut didasarkan kepada atsar yang mengatakan, "Ad-Dinu Huwal 'Aqlu, La Dina Liman La 'Aqla Lahu" (landasan agama adalah akal, maka tidak beragama orang yang tidak berakal). Artinya, bahwa Islam adalah agama yang didasarkan pada rasionalitas ideal dan terukur namun tidak liberal. Islam begitu menjunjung tinggi rasionalitas yang tidak kebablasan, namun rasionalitas yang ketika berhadapan dengan Alquran dan Hadis yang harus dilakukan oleh seorang mukmin adalah melakukan penerimaan tanpa dalih dan alasan apapun. Hal itu terungkap dalam firman Allah SWT. "Sami'na Wa Ato'na" (kami mendengar dan kami taat).
Ajaran Islam tidak bersifat dogmatis. Artinya, bahwa setiap orang yang mau memeluk agama Islam semuanya melalui proses pelibatan akal dan rasionalitas dalam rangka mengkaji Islam dalam konteks kesesuiannya dengan berbagai aspek kehidupan. Karena Islam merupakan agama fitrah yang sesuai dengan keadaan manusia itu sendiri. Mengapa demikian? Karena yang menurunkan Islam adalah Allah SWT. Tuhan yang menciptakan manusia itu sendiri dan alam semesta.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah akal itu terhingga atau tak terhingga? Atau dengan kalimat lain, apakah akal itu terbatas atau tak terbatas? Tentu jawabannya adalah akal itu terbatas. Karena kemampuan akal hakikatnya terbatas. Mengapa demikian? Karena ketika akal berhadapan dengan sesuatu yang berada diluar jangkauannya maka dalam konteks Islam ia harus menggunakan aspek lain karena akal sudah tidak mampu menjangkaunya. Contohnya adalah tentang kejadian "Isra dan Mi'raj" yang sama sekali tidak masuk akal, sehingga orang-orang kafir mengatakan Nabi Muhammad SAW. waktu itu sebagai orang gila. maka disinilah letak iman berbicara dan berperan, karena hanya dengan imanlah seorang muslim percaya peristiwa "Isra dan Mi'raj", karena memang itu bukan ranah akal.
Maka dari itu, orang yang tidak berakal (gila) dalam Islam digatagorikan sebagai salah satu orang yang tidak dihitung manakala melakukan dosa setelah anak kecil dan orang yang sedang tidur sampai ia kembali waras. Karena akal dalam Islam menempati posisi sangat penting dan strategis. Hal itu disebabkan karena orang yang tidak melibatkan akal dalam beragama hakikatnya ia tidak beragama. Wallahu a'lam.
Posting Komentar untuk "Akhlak Perspektif Imam Al-Ghazali Part 2"