Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENYIKAPI PERBEDAAN DENGAN HATI LAPANG

Hari Raya Idul Adha Tahun 1443 H/2022 M, cukup menyita perhatian khalayak atau masyarakat banyak terutama yang aktif dalam media sosial. Hal tersebut terutama disebabkan karena pemerintah Indonesia dalam hal ini bukan hanya berbeda dengan Ormas Muhammadiyah semata, tapi penyebab utamanya adalah karena berbeda dengan Kerajaan Saudi Arabia yang telah menetapkan Hari Raya Idul Adha Tahun 1443 jatuh pada hari Sabtu tanggal 9 Juli 2022 atau besok hari. Sedangkan Pemerintah RI menetapkan bahwa Hari Raya Idul Adha Tahun ini jatuh pada hari Ahad tanggal 10 Juli 2022 atau besok lusa.

MENYIKAPI PERBEDAAN DENGAN HATI LAPANG

Setelah keputusan itu diumumkan, media sosial menjadi ramai dengan ahli hisap dan rukyah dadakan yang memberikan pandangannya terkait dengan perbedaan tersebut. Padahal secara keilmuan tidak mempunyai lineritas dengan apa yang sedang dibahas. Karena memang ilmu hisap dan rukyah atau tepatnya ilmu falak adalah ilmu langka, hanya segelintir orang saja di Indonesia yang mengusainya.

Sebagaimana diketahui bahwa Hari Raya Idul Adha sunnah, puasa arafah juga sunnah. Sementara persatuan adalah wajib hukumnya. Jangan sampai yang wajib menjadi berantakan atau bahkan hilang disebabkan oleh sesuatu yang sunnah. Hal tersebut sebagaimana disinyalir Allah SWT :
"Wa'tasimuu bihablillahi jamian walaa tafarraquu". (Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai). (QS. Ali-Imran {03} : 103).

Kalimat wa'tasimuu di atas adalah fiil amr liddalaalati alal wujub atau kata perintah yang menunjukkan wajib. Artinya, bahwa bersatu dengan berpegang kepada tali agama Allah yang kuat itu hukumnya wajib, sedangkan bercerai berai adalah haram, sebagaimana kelanjutan ayat berikutnya yang menggunakan fi'lun nahyi atau kata larangan dengan bunyi firman-Nya, "Walaa tararraquu" (jangan bercerai berai).

Untuk itu, mari sikapi perbedaan ini dengan kepala dingin dan hati adem yang didasarkan kepada ilmu dan pengetahuan yang mendalam serta kedewasaan dalam berpikir dan bersikap. Sehingga dengan begitu ruang-ruang publik sedikit demi sedikit menjadi ruang pendewasaan dalam berpikir dan bersikap. Harapannya adalah kita bisa pelan-pelan memupuk persatuan dan kesatuan umat yang merupakan hal wajib dalam agama kita. Semoga.


Lubuklinggau, 8/7/22/8 Dzul-Hijjah 1443 H.

Posting Komentar untuk "MENYIKAPI PERBEDAAN DENGAN HATI LAPANG"