Bukan Pedagangnya Yang Ditertibkan Tapi Kerumunannya
BUKAN PEDAGANGNYA YANG DITERTIBKAN, TAPI KERUMUNANNYA.
Begitulah pernyataan Wali Kota Lubuklinggau, Drs. H. SN. Prana Putra Sohe, M.M., ketika memimpin apel PPKM di halaman Masjid As-Salam Kota Lubuklinggau beberapa hari yang lalu.
Dalam kondisi ekonomi yang carut-marut sebagai efek dari Qif 19 yang tak kunjung reda dan melandai, bahkan cenderung meningkat, bahkan data-data terakhir mengatakan bahwa akibat dari Qif 19 tersebut banyak sekali perusahaan yang gulung tikar. Dan tentunya yang paling merasakan dampak ini adalah rakyat kecil yang kena PHK, jangankan menabung, untuk makan hari ini saja susah. Apalagi setelah diberlakukannya PPKM, di mana banyak Satpol PP yang diback up oleh Polisi dan Tentara melakukan swiping tanpa ampun terhadap pedagang-pedagang kaki lima, dimana mereka hanya mencari sesuap nasi untuk dirinya dan keluarga di rumah.
Beda dengan Arab Saudi, Malasyia, Turki dan lain sebagainya. Ketika mereka menerapkan "lockdown" dan apapun istilah lainnya, semua kebutuhan rakyaknya dijamin oleh negara, rakyak tidak boleh kemana-mana cukup bekerja dari rumah saja, namun semua kebutuhan dipersiapkan oleh pemerintah dan diantar ke rumah masing-masing. Coba di Indonesia seperti itu, insya Allah rakyak akan patuh dengan aturan PPKM dan apapun istilahnya. Ini rakyat disuruh diam di rumah dak boleh kemana-mana, makan suruh cari sendiri. Cari makan, eh, diuber-uber kayak orang punya hutang yang belum bayar.
Untuk itu, sungguh pernyataan dan sikap yang dilakukan oleh Wali Kota Lubuklinggau menjadi semacam oase di tengah-tengah gurun sahara kering yang patut diapresiasi setinggi-tingginya. Bukan karena Pak. Nanan -panggilan akrab Drs. H. SN. Prana Putra Sohe M.M- adalah Wali Kota di mana saya tinggal di dalamnya. Tapi sungguh pernyataan ini sangat manusiawi dan humanis di tengah himpitan ekonomi yang diderita rakyat Indonesia secara umum.
Bahkan pertanyaan tersebut sudah viral dan menjadi perbincangan nasional. Terlebih, pernyataan itu sudah menjadi diskusi para peneliti yang rata-rata Doktor dan beberapa di antaranya profesor sebagai sebuah pendekatan baru yang seharusnya digunakan dalam ragka meminimalisir penyebaran Qif 19 dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kemanusian yang seharusnya dijunjung tinggi karena sedang mencari nafkah sebagai bagian dari "hifd nasf" yang harus tetap dijaga.
Begitu juga, seharusnya pernyataan ini menjadi inspirasi bagi kepala daerah di seluruh Indonesia dan diadopsi oleh selurub Satpol PP dalam ragka penertiban hal-hal yang berhubungan dengan pedagang kaki lima untuk tetap menjaga 4 atau 5 M pada satu sisi, namun pada sisi yang lain tidak mendzalimi para pedagang mereka yang hanya mencari sesuap nasi.
Bravo Pak. Nanan! Semoga selalu sehat agar senantiasa memberikan pelayanan
terbaik bagi masyarakat.
***
Ditulis secara "ngemil" sehabis Maghrib sampai jam 22.00.
Posting Komentar untuk "Bukan Pedagangnya Yang Ditertibkan Tapi Kerumunannya"