Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sowan Mbah Google Gelondongan

Sowan Mbah Google Gelondongan


Setiap mengajar mahasiswa, saya selalu memberikan masukan tentang makalah yang mereka tulis setelah proses paparan yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi tentang makalah tersebut selesai. Biasanya saya memberikan beberapa catatan penting yang harus mahasiswa perbaiki agar tugas makalah yang mereka buat dari hari ke hari semakin baik sesuai dengan kode etik penulisan karya ilmiah juga sejalan dengan pedoman penulisan karya ilmiah IAI Al-Azhaar Lubuklinggau.

Hari ini, ketika saya mengajar Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam di salah satu Prodi, saya dibuat geleng-geleng kepala oleh mahasiswa. Setelah mengucapkan salam dan membuka proses KBM dengan membaca "Basmalah", saya kemudian bertanya kepada mereka, "Siapa pemakalah yang tampil hari ini? Berapa kelompok?". Pertanyaan itu membuat seisi kelas hening tak ada suara. "Lho, kok tak ada yang menjawab?. Atau saya gantikan?. Tapi ingat, kalau saya yang mengganti untuk menjelaskan makalah hari ini yang bersangkutan nilai makalahnya zonk". Timpal saya mengingatkan.

Tetiba ada dua orang yang mengacungkan tangan dengan terkopoh, "Ada Ustaz, saya katanya". Terlihat dari dua orang yang mengacungkan tangan tadi satu perempuan dan satu laki. "Lho, kok cuma satu kelompok?. Kan sesuai dengan pembagian kelompok makalah yang disepakati bahwa setiap perkuliahan ada dua kelompok yang tampil atau presentasi?". Tanya saya penasaran. "Hadir Ustaz, kelompok saya hari ini juga tampil, tapi saya cuma sendiri yang dua orang tidak masuk". Jawab mahasiswi itu. "Tidak apa-apa, yang penting maju dan tampil dulu". Ujar saya lagi. "Siap Ustaz". Jawab mahasiswi itu.

Akhirnya mereka tampil dan diskusi berjalan dengan seru dan hidup dengan pertanyaan-pertanyaan yang luar biasa dari mahasiswa lainnya. Kemudian setelah diskusi berakhir dan sebelum saya memberikan closing statement, saya terlebih dahulu mengoreksi makalah mereka untuk memberikan beberapa catatan penting perbaikan. "Makalahnya mana?". Tanya saya. Karena biasanya sebelum mahasiswa paparan mereka memberikan makalah yang mereka tulis kepada saya untuk dilihat dan dikoreksi. Agar saya bisa mengoreksi dengan seksama dan tidak terburu-buru. Tapi ternyata hari ini tidak ada. Tapi makalah itu hanya diprint satu -itupun telanjang tanpa cover.

"Lho, kok cuma satu, makalah kelompok satunya mana?" Tanya saya penasaran. "Belum diprint Ust". Jawab mahasiswa itu tanpa dosa. "Jadi makalahnya di mana?". Tanya saya lagi. "Di gadged Ust". Mendengar jawaban itu saya hanya garuk-garuk kepala dengan apa-apa yang telah mereka lakukan. Sementara makalah satunya setelah saya periksa ternyata nomor setiap catatan kaki ada dua, nomor satu dua, nomor dua dua dan seterusnya. Kemudian saya tanya kepada mahasiswa yang membuat makalah itu yang kebetulan cuma sendiri, karena dua orang teman kelompoknya izin tidak masuk. "Lho, ini kok bisa begini, nomor catatan kaki ada dua?". Ia kemudian menjawab, "Dak tahu Ustaz". Mendengar jawaban itu kemudian saya bertanya kepada semua mahasiswa memastikan bahwa mereka semua memang tidak tahu apa sebab kok nomor setiap catatan kaki ada dua setiap nomor. Tapi semuanya diam tak ada yang menjawab. Saya juga tidak mengerti, apakah mereka diam karena tidak tahu atau tahu tapi pura-pura tidak tahu.

"Mahasiswa yang terhormat". Saya memulai kembali berdialog dengan mereka. "Mengapa catatan kaki dalam makalah ini setiap nomor ada dua?. Itu karena ketika sowan ke Google -saya sampaikan kritikan kepada mereka dengan guyon- pembuat makalah ini nyari makalah "Gelondongan" atau nyari makalah yang sudah jadi, bukan nyari referensi untuk dijadikan rujukan atau dijadikan bahan bacaan dalam membuat makalah. "Uhhhh....". Kelas seketika itu jadi riuh dengan tawa dan cekikikan para mahasiswa lainnya.

Kemudian setelah itu saya memberikan nasehat kepada mereka dengan bercerita tentang bagaimana susahnya saya waktu S1 dan S2 membuat makalah, di mana waktu itu saya harus ke perpustakaan setiap mau membuat tugas makalah, kalau buku yang saya cari di perpustakaan kampus tidak ada, maka saya harus mencari ke perpustakaan yang lebih besar yaitu perpustakaan kota, kalau di perpustakaan kota juga tidak ada maka saya harus membeli buku yang saya butuhkan.

Berbeda dengan sekarang, kita sangat dibantu dan dipermudah dengan adanya teknologi, cukup bermodalkan kuota 5, 10 sampai 20 GB tidur-tiduran dengn memegang gadget, kita sudah bisa mengakses ribuan bahkan jutaan referensi tempercaya lewat "Google Scholar.com" dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bagi yang kemampuan bahasa Inggrisnya bagus bisa membuka "Sciencedirect. com", "Doaj. org". Itu semua gratis dan tidak bayar. Bahkan kita juga bisa mendowload e-book sesuai yang kita butuhkan secara gratis juga. Itu artinya, bahwa mahasiswa zaman now sangat mudah untuk mencari referensi dan bahan bacaan sesuai yang diinginkan. Tinggal sekarang yang harus dilakukan adalah menyiapkan kuota dan sabar dalam mencari rujukan-rujukan di maksud. Bukan dengan cara "Sowan ke Mbah Google dan Membawa Makalah Gelodongan

Posting Komentar untuk "Sowan Mbah Google Gelondongan"