Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DAKWAH ITU HARUS BER-ETIKA

Sebagaimana diketahui bahwa dakwah dalam Islam bersifat membina bukan menghina, mengajak bukan mengejek, membangun bukan merobohkan, meneladani bukan mencekoki, memperbaiki bukan menelanjangi, mengayomi bukan mengkasari, dilakukan dengan sabar bukan barbar, diimplementasikan dengan dialog bukan hanya pasif menolog, dan dengan manajemen bukan serampangan.

DAKWAH ITU HARUS BER-ETIKA.

Untuk itu, Allah SWT., berfirman dalam surah Al-Nahl [16] ayat 125 yang artinya, "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk".

Ayat di atas harus menjadi semacam landasan pacu dan frame dalam dakwah Islamiyah yang kita lakukan dalam kerangka menyeru manusia ke jalan Allah. Artinya, bahwa dakwah yang kita lakukan harus dibingkai dengan : 1). Hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan dengan sikap yang bijaksana. 2). Mauizatul hasanah atau nasihat yang baik, yaitu cara persuasif (tanpa kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran). 3). Uswatun hasanah, yaitu bahwa dakwah itu dilakukan dengan memberi contoh yang baik. 4). Mujadalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan dengan dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain.

Merangkum apa yang disampaikan oleh Prof. Dr. Qomaruddin Hidayat dan Dr. Abdul Karim Zaindan dalam bukunya, "Usul Ad-Dakwah" yang menjelaskan tentang etika-etika dalam dakwah antara lain sebagai berikut :

Pertama, tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan (As-Shaf [61] : 2-3). Artinya, bahwa apa yang kita ucapkan harus merupakan sesuatu yang telah kita kerjakan. Maknanya, jangan sampai kita hanya bisa menyuruh tanpa bisa mengerjakan apa yang kita suruh. Pepatah Arab mengatakan, "Aslih nafsaka yasluh lakan nas" (perbaiki dirimu, niscaya manusia akan baik kepadamu).

Kedua, tidak menghina sesembahan agama lain (Al-An'am [06] : 108). Bahkan Allah sendiri yang melarang hal tersebut. Mengapa? Karena kalau kita menghina Tuhan orang lain yang berbeda dengan Tuhan yang kita sembah mereka akan dengan lebih serampangan dan membabi buta akan juga menghina Tuhan sesembahan kita tanpa ilmu dan bahkan lebih sadis. Untuk itu, hal tersebut harus bahkan wajib dihindari oleh semua dai dan orang-orang Islam.

Ketiga, tidak melakukan diskriminasi sosial (Al-Hujurat [49] : 11). Artinya, bahwa dalam melakukan dakwa kita tidak boleh membedakan jama'ah sesuai strata sosialnya, misalnya. Atau bisa juga membedakan atas dasar suku dan ras dan lain sebagainya. Karena hal itu semua harus dijahui sejauh mungkin.

Keempat, tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui (Al-Isra [17] 36). Artinya, bahwa orang yang menyeru kepada Allah harus dengan ilmu yang benar dan tidak meragukan. Jangan sampai menyampaikan sesuatu di mana ia tidak mempunyai pengetahuan di dalamnya. Karena hal itu akan sesat dan bahkan menyesatkan.

Kelima, menampilkan komunikasi yang simpatik (An-Nahl ([16] : 125). Artinya, bahwa dakwah yang kita lakukan harus disampaikan dengan metode, cara, pemilihan kata, dan mimik yang baik bukan dengan marah, menghina, menjastis, memvonis, sedikit-sedikit musyrik, bid'ah, masuk neraka dan lain sebagainya. Karena kalau itu cara dan model kita dalam berdakwah, maka orang yang sudah di masjid akan keluar dan bahkan menjauh dari masjid. Tugas sebenarnya kita sebagai seorang dai adalah mengajak orang yang tidak pernah ke masjid untuk ke masjid sehingga mereka istiqomah dengannya.

Dengan etika-etika dakwah sebagaimana disampaikan di atas, isya Allah akan menjadi potret dakwah Islamiyah yang semakin baik sebagaimana diilustrasikan oleh Rasulullah SAW. sendiri, para sahabat dan tabi'in dengan perilaku yang aduhai dan memikat setiap orang yang melihat dan mendengarnya. Wallahu a'lam.

Lubuklinggau, 29/12/22/5 J. Akhir 1444 H.

Posting Komentar untuk "DAKWAH ITU HARUS BER-ETIKA"